WEST
PAPUA:
OTONOMI
KHUSUS NO. 21 TAHUN 2001 KARENA ADANYA TUNTUTAN WEST PAPUA MERDEKA BUKAN
KESEJAHTERAAN
 |
Photo. Dr. Socratez S.Yoman |
1. Pendahuluan
Pemerintah Indonesia,
rakyat West Papua dan komunitas Internasional harus JUJUR mengakui topik
artikel ini. Kita jangan membuat kabur roh dari latar belakang mengapa Otonomi
Khusus 2001 ada di West Papua? Para
penguasa Indonesia yang menduduki dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua
berusaha dengan berbagai bentuk siasat untuk mereduksi esensi dari background
lahirnya Otsus di West Papua.
Lihat dari komentar Hj.
Muh. Jusuf Kalla, " masalah Papua adalah masalah kejahteraan"
(Sumber: TVOne, 8 November 2018).
Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiah M.Din Syamsuddin dan Ketua Umum Pengurus Besar NU, Said Agil Siroj
menyatakan: "akar persoalan di Papua adalah ketidakadilan, terutama dalam
kesejahteraan ekonomi..." (Sumber:
Kompas, Jumat, 11 November 2011).
Kata
"kesejahteraan" itu mitos lama yang terus diulang-ulang dan
dikumandangkan dalam berbagai forum dan kesempatan untuk menutupi dan
menghilangkan akar persoalan bangsa West Papua yang sesungguhnya, yaitu status
politik.
Pemerintah Indonesia pernah
berjanji kepada peserta pepera 1969 pada 14 Juli 1969 di Merauke. Menteri Dalam
Negeri Indonesia berjanji:
"....Pemerintah
Indonesia, berkeinginan dan mampu melindungi untuk kesejahteraan rakyat Irian
Barat; oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, tetapi tinggal dengan
Indonesia" (Sumber: Laporan resmi PBB: 19 November 1969, paragraf
18,hal.2).
Kalimat ....pemerintah Indonesia,
berkeinginan dan mampu melindungi untuk kesejahteraan rakyat Irian
Barat..." sejak dari janji ini,
kita bandingkan dengan keadaan rakyat dan bangsa West Papua sangat paradoks.
2. Background Lahirnya
Otsus
Otonomi Khusus 2001 ialah
alat bargainning/tawar-menawar politik bukan pembangunan atau kesejahteraan.
Pada 1998 seluruh rakyat dan bangsa West Papua dari Sorong-Merauke bangkit dan menyatakan Merdeka dan keluar dari
Indonesia.
[07:58, 10/31/2018] +62 812-4888-458: 2.1.
Pepera 1969 Cacat Hukum, Moral &
Tidak Demokratis
John RG Djopari dalam bukunya Pemberontak
Organisasi Papua Merdeka:
"Sebelum Pepera diselenggarakan, pada
12 Februari 1969 di Jayapura diselenggarakan suatu demonstrasi masyarakat yang
secara tertib menuju ke kediaman Ortiz Sanz dengan menyerahkan sebuah resolusi
untuk menuntuk penyelenggaran pemilihan pada tahun 1969 tidak secara musyawarah
tetapi menurut ketentuan perjanjian New York yaitu dengan cara one man one vote
atau setiap orang datang dan memberikan suaranya. Juga resolusi yang
disampaikan menyampaikan keinginan rakyat Irian Barat untuk merdeka sendiri
sesuai dengan janji Belanda dan menyampaikan protes terhadap tindakan dari
aparat atau tentara Indonesia yang melakukan penangkapan-penangkapan terhadap
tokoh-tokoh Irian Barat serta pengikutnya dan memperlakukan mereka secara tidak
manusiawi serta bertentangan dengan hak asasi manusia" ( Djopari: 1993:
hal. 76).
Christofelt Leendezt Korua
purnawirawan polisi sebagai saksi mata: " orang-orang Papua yang
memberikan suara dalam Pepera 1969 itu ditentukan oleh pejabat Indonesia dan sementara orang-orang yang
dipilih itu semua berada di dalam ruangan dan dijaga ketat oleh militer dan
polisi Indonesia" (Wawancara Penulis 11 Desember 2002: Baca dalam buku:
Orang Papua Bukan Separatis, Makar dan OPM: Yoman: 2005, hal. 73).
Akademisi dan sejarawan
Inggris, Dr. John Saltford dalam penelitiannya menemukan fakta-fakta perlawanan
bangsa West Papua kepada Indonesia sebelum Pepera 1969 yang tersimpan dalam
arsip PBB.
"Dalam arsip PBB di
New York, secara rinci 156 dari 179 pernyataan yang masih tersimpan, sesuai
semua yang diterima sampai tanggal 30 April 1969. Dari pernyataan-pernyataan
ini, 95 pernyataan anti-Indonesia, 59 pernyataan pro Indonesia, dan 2
pernyataan adalah netral."
(Sumber: Dok PBB di New
York: Six lists of summaries of political communications from unidentified
Papuans to Ortiz Sanz, August 1968 to April 1969: Series 100, Bix 1, File 5).
[07:59, 10/31/2018] +62 812-4888-458: 2.2.
Tim 100 di Istana Firaun Moderen Indonesia
Pada 26 Februari 2009 Tim
100 mewakili bangsa West Papua secara bermartabat dan terhormat menyampaikan
kepada Prof. Dr. B.J. Habibie, Presiden Republik Indonesia di Istana Firaun
Moderen Indonesia:
" Bahwa permasalahan mendasar yang
menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan di Papua Barat (Irian Jaya)
sejak 1963 sampai sekarang ini, bukanlah semata-mata karena kegagalan
pembangunan, melainkan status politik Papua Barat yang pada 1 Desember 1961
dinyatakan sebagai sebuah Negara mereka diantara bangsa-bangsa di muka
bumi.....Oleh sebab itu, dengan jujur kami menyatakan kepada Presiden Republik
Indonesia, bahwa tidak ada alternatif lain untuk merundingkan atau
mempertimbangkan keinginan Pemerintah Indonesia guna membangun Papua dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia."
"Maka pada hari ini, Jumat, 26 Februari
1999, kepada Presiden Republik Indonesia, kami bangsa Papua Barat menyatakan
bahwa:
Pertama, kami bangsa Papua Barat berkehendak
keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk merdeka dan berdaulat
penuh diantara bangsa-bangsa lain di bumi."
Kedua....( Silahkan Baca Selengkapnya dalam
buku: Otonomi Khusus Papua Telah Gagal: Yoman, 2012, hal. 30). Buku ini dijual
di TB Ondewerek Jln. TABI-Bhayangkara-Kotaraja (Samping Kantor Kelurahan
Wahno).
2.3. Musyawarah Besar (MUBES) Papua pada
2000
Rakyat dan bangsa West Papua dalam Mubes
pada 23-26 Februari 2000 merumuskan dan menyatakan pada point 3.2.
" Pemerintah Indonesia melaksanakan act
of self dertemination yang disebut
pepera dengan cara meniadakan hak-hak dan kebebasan politik rakyat Papua,
dengan mengintimidasi dan membunuh rakyat Papua yang menentang cara-cara
Indonesia dalam melaksanakan pepera yang tidak sesuai dengan jiwa New York
Agreement 15 Agustus 1962" ( selangkapnya baca dalam buku: Otonomi Khusus
Papua Telah Gagal, hal. 32-34).
Perjuangan West Papua Merdeka tidak berhenti
pada Tim 100 dan Mubes.
2.4. Kongres Nasional II
Rakyat dan bangsa West Papua dalam
memperjuangkan hak politiknya diadakan Kongres Nasional II pada 26 Mei - 4 Juni
2000.
Dalam Kongres Nasional II sampaikan beberap
pernyataan politik:
1. Bangsa West Papua telah berdaulat sebagai
sebuah bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961.
2. Bangsa Papua ......(selanjutnya lebih
lengkap dibaca dalam buku: Otonomi Khusus Papua Telah Gagal, hal. 34-38).
3. Kesimpulan
Otonomi Khusus No.21 Tahun 2001 adalah alat
tawar politik Papua Merdeka dengan Indonesia. Otsus tidak dirancang karena
kesejahteraan dan masalah perut, makan
dan minum.
Karena itu, para sarjana dan intelektual
bangsa West Papua JANGAN kaburkan Akar Masalah bangsa West Papua dengan
pernyataan yang tidak jelas. Para sarjana sebaiknya kawal masalah mendasar ini.
Tokoh senior dan kenamaan milik rakyat dan
bangsa West Papua, Freddy Numbery dalam Opini dengan topik: Satu Dasawarsa
Otsus Papua pernah dengan sempurna
menyatakan:
"Sumber-sumber agraria milik masyarakat
adat dieksploitasi dalam skala besar tanpa menyejahterakan pemiliknya.
Sebaliknya marjinalisasi berlangsung dimana-mana. Pelurusan sejarah yang juga
diamanatkan Undang-Undang Otsus tidak pernah disentuh. Persoalan kekerasan oleh
Negara tidak diselesaikan, malah bereskalasi. Penambahan pasukan dari luar terberlangsung
tanpa pengawasan. Kebijakan demi kebijakan untuk Papua sudah diterapkan
Jakarta, tapi tak bertaji menyelesaikan masalah." (Sumber: Kompas, Jumat,
6 Juli 2012, hal. 6).
Jadi, status politik/sejarah digabungkan
West Papua ke dalam Indonesia dengan moncong senjata dan pelanggaran berat HAM
yang merupakan kejahatan Negara menjadi
luka membusuk dalam tubuh bangsa
Indonesia.
Dr. Adnan Buyung Nasution, SH, pernah
bernubuat sbb.
"Tinggal soal waktu saja kita senang
atau tidak, mau atau tidak akan kehilangan Papua karena kita gagal merebut hati
orang Papua dan itu kesalahan bangsa sendiri dari awal" ( Detiknews,
Rabu, 16/12/2011).
Waa...
Oleh Dr. Socratez S.Yoman
Ita
Wakhu Purom, 31 Oktober 2018;20:37PM
Publikasih :Knpb Balim Barat
Posting Komentar
"Salam Satu Jari Untuk West Papua*
EmoticonClick to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.