Knpb Balim
BArat.Kom.Pada hari
Sabtu tanggal 1 Desember 2018 sekitar pukul 11.20 WIT telah terjadi peristiwa
tindak perampasan Handphone yang berujung pada kekerasan dan penganiayaan
berdarah dari aparat negara (Satuan Brimob Polda Papua dan Polisi Sektor Abepura
berjumlah sekitar 10 orang) terhadap Benyamin Lagowan (27), Hendrikus Madai
(27) dan Laorens Kerebea (24). Kejadian kekerasan dan penganiayaan itu bermula
dari adanya penangkapan dan penyiksaan yang dilakukan aparat militer Indonesia
terhadap massa rakyat Papua yang hendak menggelar doa bersama bertempat di kantor
MRP Papua memperingati hari besar bangsa Papua yang jatuh pada tanggal 1
Desember 2018.
Saat itu
sekitar pukul 11.15 WIT, saya Benyamin Lagowan bersama anak saya (bayi berusia
8 bulan) bersama istri (Marselina Matuan) hendak menuju Jayapura utara, namun
karena adanya penangkapan terhadap masa rakyat Papua dan sedang disekap di
halaman Mapolsek Abepura, maka Saya (Benyamin Lagowan) bersama anak dan istri
berniat menyaksikan proses penyekapan yang tidak manusiawi itu dari arah lingkaran
Abepura (dekat pinggir kios/ruko) di sebelah kantor distrik Abepura ke arah
Polsek Abepura. Saat saya, Benyamin Lagowan mengeluarkan handphone dan berusaha
memotret masa aksi yang disekap tiba-tiba datang dua anggota Brimob (tidak
ingat namanya) dan langsung menarik handphone dari arah belakang.
Melihat sikap
aparat yang kasar, saya berusaha mengelak dan bertanya, “kenapa”, tetapi satu
dari kedua Brimob itu langsung berteriak “ ko melawan?”, sambil menendang di bagian
paha kanan saya, lalu, yang satunya memukul bahu saya dengan menggunakan popor
senjata. Tidak lama muncul satu-dua anggota brimob dari arah jalan sebelah
(Sumber Makmur atau dari arah Polsek) lalu mengeroyok saya tanpa sedikitpun
memberikan saya waktu untuk berbicara.
Sementara itu,
ada satu brimob berteriak yang itu lagi, dia lagi sambil menunjuk Laorens yang
kebetulan sempat berbicara dengan saya (Benyamin Lagowan) sebelum mengambil
gambar. Laorens telah ada disitu lebih dahulu dan tidak sama sekali mengambil gambar.
Walaupun
demikian, beberapa anggota Brimob langsung memukul Laorens berkali-kali dan
secara bertubi-tubi sehingga mengakibatkan Luka terbuka (Vulnus Laceratum) yang
serius di kepala belakang dekat telinga kanan (Retroauriculer, regio frontal
Dextra) yang cukup besar dan mengeluarkan darah membasahi kerak baju.
Selian itu juga menendang, dan memukul dengan
popor senjata ke arah wajah, kepala dan hidung berkali-kali hingga menyebabkan
hidungnya berdarah-darah selama di Polsek bahkan setelah di Polres Jayapura.
Semntara itu, Benyamin Lagowan berusaha untuk lari (menghindar) dari keroyokan
aparat yang berjumlah sekitar 2 orang, dengan berlari ke arah Kamkey.
Namun,
tiba-tiba salah satu anggota Brimob mengeluarkan tembakan ke atas sehingga saya
(Benyamin Lagowan tidak lari dan berhenti). Pada saat itu, sekitar 5-7 anggota
brimob langsung menyerbu saya dengan berbagai pukulan yang membabi buta. Saya
mengalami luka lebam, dan perdarahan yang cukup luas dan serius. Pertama di
bagian kepala tengah bengkak (Os Parietal), Depan testa sebelah kiri (Os Frontal) juga
bengkak, Batang hidung luka sobek akibat pukulan popor senjata dan masih memar,
rahang bawa (Os Mandibularis Sinistra) sehingga masih sulit untuk mengunyah
makanan, dan sakit saat digerakan. Gigi seri depan atas satu, dua dan gigi
taring bagian kiri atas mengalami goyang dan sakit. Setelah kami di tangkap,
kami di bawah ke arah Polsek.
Dalam perjalanan ke sana beberapa anggota
masih terus memukul, walaupun saya sudah jelaskan bahwa saya adalah dokter muda. Kami disekap di depan Polsek Abepura dan
diinterogasi. Laorens pun mengalami hal yang sama. Tidak lama berselang,
Hendrik Madai ( 27) juga dipukul oleh beberapa anggota Brimob yang sedang
berada di sekitar dapan Sumber Makmur.
Hendirik ditangkap ketika hendak mengambil foto penyiksaan yang dilakukan oleh
brimob kepada Saya (benyamin Lagowan) bersama Laorens. Hendrik dirampas
hanphonenya oleh seorang anggota Brimob dan dipukul dibagian kepala hingga helm
yang dikenakannya hancur. Hendrik digelendang masuk ke halaman Polsek Abepura dan
dinterogasi sembari dipukul. Kami akhirnya ditanya berkali-kali dan didata. Hp
kami disita.
Sementara itu,
istri dan anak bayi saya tadi menyaksikan dengan jelas, bagaimana perilaku
aparat negara yang sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan itu. Mereka
bingung, panik dan menangis, apalagi bayi saya yang baru berusia 8 bulan,
melihat, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri orang yang baru sekitar 1
bulan dipanggil dengan sebutan “papa” (baru belajar berbicara) dihajar dengan brutal dan bahkan dari
hadapannya, didekatnya telah dikeluarkan tembakan senjata. Itu tentu telah
menjadi sebuah tontonan yang buruk baginya.
Dan bagi semua orang disekitar situ yang
menyaksikan bagaimana praktek perilaku primitif dan kebinatangan aparat negara
yang katanya pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat menampilkan wajah
kebinatannganya yang sesungguhnya.
Dari sini kami
semakian sadar dalam suatu hipotesis: bahwa di Kota besar seperti di Jayapura
ini saja pola represifitas aparat militer Indonesia saja sudah kelewat batas, apalagi yang
dipedalaman? Pantas jika pelanggaran HAM terus bertambah dan rakyat Papua
merasa bahwa kehadiran militer bersama Pemerintah Indonesia sejak dahulu telah
dianggap sebagai musuh (ancaman) bagi eksistensi dan masa depan
mereka. Konklusi bahwa penentuan nasib sendiri dan merdeka adalah solusi
ternyata benar dan sangat penting untuk membebaskan rakyat Papua dari kekerasan
sistemik yang bernuansa genoside di Papua. Melalui kelakuan militer terhadap kami bertiga, menunjukan
bahwa perilaku bodoh, primitif dan tidak beradap masih menyelimuti hampir
sebagian besar aparat militer di Papua, dan karenanya mereka terus nampak
sebagai Kolonial bagi rakyat Papua sebagaimana yang selalu diungkapkan semua
pejuang Papua
merdeka.
Demikian
kronologi ini dibuat agar menjadi perhatian dan klarifikasi, khususnya bagi
Komnas HAM Papua yang tidak menjelaskan (mengabaikan) proses penyiksaan yang
kami alami pada tanggal 1 di wilayah Polsek Abepura dalam beberapa pernyataan pers
di Wartaplus.com. Bumipapua.com, Kumparan.com. Padahal, Komnas HAM Papua, PERADI dan LBH sendiri telah mendapatkan
penjelasan dari kami bertiga yang menjadi korban terlepas dari massa aksi doa nasional. Demikian.
Hormat Kami,
Benyamin LagowanHendrikus MadaiLaorens Kerebea
Posting Komentar
"Salam Satu Jari Untuk West Papua*
EmoticonClick to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.